Tentang Webinar
Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tentang Status Kesehatan Gigi dan Mulut tahun 2022, tercatat sekitar 3,5 miliar orang di dunia (hampir setengah dari populasi global) mengalami penyakit gigi dan mulut. Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut pada penduduk usia ≥ 3 tahun mencapai 56,9%. SKI 2023 juga melaporkan adanya penurunan rata-rata indeks Decay, Missing, Filled-Teeth (DMF-T) pada seluruh kelompok umur dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2018. Meski demikian, kondisi kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih membutuhkan perhatian serius. Beberapa kelompok usia, yakni 3–4 tahun, 5 tahun, serta > 35 tahun, masih masuk dalam kategori indeks DMF-T tinggi hingga sangat tinggi. Ironisnya, dari jumlah penduduk yang mengalami masalah gigi dan mulut, hanya 11,2% yang benarbenar mencari perawatan medis untuk mengatasinya (SKI, 2023).Sejumlah penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi pencegahan, baik untuk karies maupun penyakit periodontal, jauh lebih efisien dari sisi pembiayaan. Deteksi dini kanker mulut pun terbukti cost-effective, terutama bila dilakukan pada populasi berisiko tinggi usia 30 tahun ke atas. Semakin cepat penyakit gigi dan mulut teridentifikasi, semakin rendah angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, integrasi layanan kesehatan gigi (termasuk deteksi dini) ke dalam pelayanan kesehatan primer sangat penting. FKTP berperan strategis sebagai pintu masuk utama masyarakat, baik untuk memberikan rujukan ke FKTL maupun melaksanakan deteksi dini pada populasi umum maupun berisiko tinggi. Untuk mendukung hal tersebut, penguatan kapasitas FKTP diperlukan, serta pedoman nasional deteksi dini penyakit gigi dan mulut harus disosialisasikan sebagai acuan di seluruh Indonesia (Kemenkes RI, 2025).
Link Pembelajaran (LMS)
https://lms.kemkes.go.id/courses/02902ea2-b8bb-4b7d-a112-4f5713709f0c