Tentang Webinar
Maloklusi merupakan salah satu gangguan pertumbuhan orofasial yang paling umum ditemui pada anak-anak dan remaja. Masalah ini tidak hanya berdampak pada estetika, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi bicara, mengunyah, pernapasan, serta perkembangan psikososial anak. Berdasarkan berbagai studi epidemiologi, prevalensi maloklusi pada anak usia sekolah di Indonesia cukup tinggi, dan sayangnya, banyak kasus yang baru terdeteksi saat kondisi sudah cukup kompleks, sehingga memerlukan perawatan ortodontik yang mahal dan berkepanjangan. Padahal, sebagian besar kasus maloklusi sebenarnya dapat dicegah atau diminimalkan melalui deteksi dini dan intervensi awal, terutama pada fase pertumbuhan aktif anak. Perubahan kecil seperti mengoreksi kebiasaan buruk (oral habit), pemantauan pertumbuhan rahang, serta pengelolaan ruang gigi secara tepat waktu dapat berdampak besar dalam mencegah berkembangnya maloklusi yang lebih berat di masa remaja.
Dalam konteks inilah, peran kolaboratif antara Dokter Gigi dan Terapis Gigi dan Mulut (TGM) menjadi sangat krusial. Sebagai tenaga kesehatan gigi yang sering terlibat dalam pelayanan primer, TGM memiliki posisi strategis dalam edukasi kesehatan gigi anak, observasi awal tanda-tanda maloklusi, serta deteksi kebiasaan oral yang berisiko. Sementara itu, Dokter Gigi memiliki tanggung jawab dalam menegakkan diagnosis awal, memberikan intervensi sederhana, dan menentukan kapan rujukan ke spesialis ortodonsia diperlukan. Melalui pendekatan interprofesional dan kolaboratif, upaya pencegahan maloklusi tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi bagian dari sistem pelayanan kesehatan gigi yang menyeluruh dan berkesinambungan.
Link Pembelajaran (LMS)
https://lms.kemkes.go.id/courses/3e1f0e4c-891e-4dca-ab73-129db7c5d22e